HIPERTENSI
A)Mengenal Hipertensi
Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang melebihi 140/90 mmHg saat istirahat diperkirakan mempunyai keadaan darah tinggi. Tekanan darah yang selalu tinggi adalah salah satu faktor resiko untuk stroke, serangan jantung, gagal jantung dan aneurisma arterial, dan merupakan penyebab utama gagal jantung kronis.
Penyakit hipertensi sering disebut sebagai the silent disease. Umumnya penderita tidak mengetahui dirinya mengidap hipertensi sebelum memeriksakan tekanan darahnya. Penyakit ini dikenal juga sebagai heterogeneous group of disease karena dapat menyerang siapa saja dari berbagai kelompok umur dan kelompok sosial-ekonomi.
Berbagai faktor diduga turut berperan sebagai penyebab hipertensi primer, seperti bertambahnya umur, stres psikologis, dan hereditas (keturunan). Sekitar 90 persen pasien hipertensi diperkirakan termasuk dalam kategori ini.
Faktor pemicu hipertensi dapat dibedakan atas yang tidak dapat dikontrol (seperti keturunan, jenis kelamin, dan umur) dan yang dapat dikontrol (seperti kegemukan, kurang olahraga, merokok, serta konsumsi alkohol dan garam). Hipertensi dapat dicegah dengan pengaturan pola makan yang baik dan aktivitas fisik yang cukup.
Tekanan darah normal (normotensif) sangat dibutuhkan untuk mengalirkan darah ke seluruh tubuh, yaitu untuk mengangkut oksigen dan zat-zat gizi.
Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan darah kurang dari 120/80 mmHg didefinisikan sebagai “normal”. Pada tekanan darah tinggi, biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik. Hipertensi biasanya terjadi pada tekanan darah 140/90 mmHg atau ke atas, diukur di kedua lengan tiga kali dalam jangka beberapa minggu.
Prevalensi
Prevalensi dari hipertensi adalah 17% wanita kulit putih, 26% laki-laki kulit putih, 37% wanita kulit hitam, dan 44% laki-laki kuit hitam, usia 34 – 45 tahun. Pada usia lebih dari 65 tahun, perbedaan jenis kelamin dalam tekanan darahnya kurang dicatat, prevalensi hipertensi kurang lebih 63% untuk kulit putih dan 76% untuk kuliat hitam (berdasarkan data dari Centers Disease Control and Prevention, National center For Health Statistic).
B)KLASIFIKASI
kategori | tekanan darah sistolik | tekanan darah diastolik |
normal | dibawah 130 mmhg | dibawah 85 mmhg |
normal tinggi | 130-139 mmhg | 85-89 mmhg |
stadium 1 (hipertensi ringan) | 140-159 mmhg | 90-99 mmhg |
stadium 2 (hipertensi sedang) | 160-179 mmhg | 100-109 mmhg |
stadium 3 (hipertensi berat) | 180-209 mmhg | 110-119 mmhg |
stadium 4 (hipertensi maligna) | 210 mmhg atau lebih | 120 mmhg atau lebih |
Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut.
Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis.
Hipertensi diduga dapat berkembang menjadi masalah kesehatan yang lebih serius dan bahkan dapat menyebabkan kematian. Seringkali hipertensi disebut sebagai silent killer karena dua hal, yaitu:
- Hipertensi sulit disadari oleh seseorang karena hipertensi tidak memiliki gejala khusus. Gejala ringan seperti pusing, gelisah, mimisan, dan sakit kepala biasanya jarang berhubungan langsung dengan hipertensi. Hipertensi dapat diketahui dengan mengukur tekanan darah secara teratur.
- Penderita hipertensi, apabila tidak ditangani dengan baik, akan mempunyai risiko besar untuk meninggal karena komplikasi kardiovaskular seperti stroke, serangan jantung, gagal jantung, dan gagal ginjal.
Klasifikasi hipertensi menurut WHO berdasarkan tekanan diastolik, yaitu:
- Hipertensi derajat I, yaitu jika tekanan diastoliknya 95-109 mmHg.
- Hipertensi derajat II, yaitu jika tekanan diastoliknya 110-119 mmHg.
- Hipertensi derajat III, yaitu jika tekanan diastoliknya lebih dari 120 mmHg.
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 jenis :
- Hipertensi primer atau esensial adalah suatu kondisi dimana terjadinya tekanan darah tinggi sebagai akibat dampak dari gaya hidup seseorang dan faktor lingkungan. Seseorang yang pola makannya tidak terkontrol dan mengakibatkan kelebihan berat badan atau bahkan obesitas, merupakan pencetus awal untuk terkena penyakit tekanan darah tinggi. Begitu pula sesorang yang berada dalam lingkungan atau kondisi stressor tinggi sangat mungkin terkena penyakit tekanan darah tinggi, termasuk orang-orang yang kurang olahraga pun bisa mengalami tekanan darah tinggi.
- Hipertensi sekunder adalah suatu kondisi dimana terjadinya peningkatan tekanan darah tinggi sebagai akibat seseorang mengalami/menderita penyakit lainnya seperti gagal jantung, gagal ginjal, atau kerusakan sistem hormon tubuh. Sedangkan pada Ibu hamil, tekanan darah secara umum meningkat saat kehamilan berusia 20 minggu. Terutama pada wanita yang berat badannya di atas normal.
C)PENGATURAN TEKANAN DARAH
Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara:
- Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya
- Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena arteriosklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi “vasokonstriksi”, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah.
- Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat.
Sebaliknya, jika:
- Aktivitas memompa jantung berkurang
- Arteri mengalami pelebaran
- Banyak cairan keluar dari sirkulasi
Maka tekanan darah akan menurun atau menjadi lebih kecil.
Target kerusakan akibat Hipertensi antara lain:
- Otak : menyebabkan stroke
- Mata : menyebabkan retinopati hipertensi dan dapat menimbulkan kebutaan
- Jantung : menyebabkan penyakit jantung koroner (termasuk infark jantung), gagal jantung
- Ginjal : menyebabkan penyakit ginjal kronik, gagal ginjal terminal
D)GEJALA
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak).
Gejala Klinis Hipertensi: Pusing, mudah marah, telinga berdengung, mimisan (jarang), sukar tidur, sesak nafas, rasa berat di tengkuk, mudah lelah, mata berkunang-kunang
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut:
- sakit kepala
- kelelahan
- mual
- muntah
- sesak nafas
- gelisah
- pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal.
Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang memerlukan penanganan segera.
E)DIAGNOSIS
Pasien didiagnosis menderita hipertensi apabila tekanan darahnya diatas 120/80 mmHg.
Pemeriksaan laboratorium untuk Hipertensi ada 2 macam yaitu :
1. Panel Evaluasi Awal Hipertensi :
Pemeriksaan ini dilakukan segera setelah didiagnosis Hipertensi, dan sebelum memulai pengobatan
2. Panel Hidup Sehat dengan Hipertensi
Panel Dasar : untuk memantau keberhasilan terapi
Panel Lanjut : untuk deteksi dini penyulit
TABEL :
JENIS | Panel | Panel Hidup Sehat |
PEMERIKSAAN | Evaluasi Awal | Dengan Hipertensi |
| Hipertensi | Dasar | Lanjut |
Hematologi rutin | v |
|
|
Urine rutin | v | v |
|
Glukosa Puasa | v | v |
|
Glukosa 2 JamPP | v |
|
|
Cholesterol Total | v | v |
|
Cholesterol HDL | v | v |
|
Cholesterol LDL direk | v | v |
|
Trigliserida | v | v |
|
Apo B | v | v |
|
Status Antioksidan Total | v |
|
|
hs-CRP | v |
| v |
Urea-N | v | v |
|
Kreatinin | v | v |
|
Asam Urat | v | v |
|
Cystatin-C |
|
| v |
Mikroalbumin | v | v | v |
Kalium | v | v |
|
Natrium | v | v |
|
Aldosteron |
|
| v |
Troponin I |
|
| v |
BNP |
|
| v |
F)ETIOLOGI (PENYEBAB)
Penyebab pasti dari hipertensi esensial sampai saat ini masih belum dapat diketahui. Kurang lebih 90% penderita hipertensi tergolong hipertensi esensial sedangkan 10% nya tergolong hipertensi sekunder. Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder:
- Penyakit Ginjal
- Stenosis arteri renalis
- Pielonefritis
- Glomerulonefritis
- Tumor-tumor ginjal
- Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan)
- Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)
- Terapi penyinaran yang mengenai ginjal
- Kelainan Hormonal
- Hiperaldosteronisme
- Sindroma Cushing
- Feokromositoma
- Obat-obatan
- Penyebab Lainnya
- Koartasio aorta
- Preeklamsi pada kehamilan
- Porfiria intermiten akut
- Keracunan timbal akut.
Karena golongan terbesar dari penderita hipertensi adalah hipertensia esensial, maka penyelidikan dan pengobatan lebih banyak ditujukan ke penderita hipertensi esensial.Penggunaan obat-obatan seperti golongan kortikosteroid (cortison) dan beberapa obat hormon, termasuk beberapa obat antiradang (anti-inflammasi) secara terus menerus (sering) dapat meningkatkan tekanan darah seseorang. Merokok juga merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya peningkatan tekanan darah tinggi dikarenakan tembakau yang berisi nikotin. Minuman yang mengandung alkohol juga termasuk salah satu faktor yang dapat menimbulkan terjadinya tekanan darah tinggi.
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko timbulnya Hipertensi
Faktor Keturunan
Pada 70-80% kasus hipertensi esensial, didapatkan riwayat hipertensi di dalam keluarga. Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua, maka dugaan hipertensi esensial lebih besar. Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderita kembar monozigot (satu telur), apabila salah satunya menderita hipertensi. Dugaan ini menyokong bahwa faktor genetik mempunyai peran didalam terjadinya hipertensi.
Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan seperti stress, kegemukan (obesitas) dan kurang olah raga juga berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi esensial. Hubungan antara stress dengan hipertensi, diduga melalui aktivasi saraf simpatis. (saraf simpatis adalah saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas, saraf parasimpatis adalah saraf yang bekerja pada saat kita tidak beraktivitas). Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat meningkatkan tekanan darah secara intermitten (tidak menentu). Apabila stress berkepanjangan, dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti, akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota. Berdasarkan penyelidikan, kegemukan merupakan ciri khas dari populasi hipertensi dan dibuktikan bahwa faktor ini mempunyai kaitan yang erat dengan terjadinya hipertensi dikemudian hari. Walaupun belum dapat dijelaskan hubungan antara obesitas dan hipertensi esensial, tetapi penyelidikan membuktikan bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingan dengan penderita yang mempunyai berat badan normal.
Olah raga lebih banyak dihubungkan dengan pengobatan hipertensi, karena olah raga isotonik (spt bersepeda, jogging, aerobic) yang teratur dapat memperlancar peredaran darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Olah raga juga dapat digunakan untuk mengurangi/ mencegah obesitas dan mengurangi asupan garam ke dalam tubuh (tubuh yang berkeringat akan mengeluarkan garam lewat kulit). Kebiasaan lainnya seperti merokok, mengkonsumsi alkohol diduga berpengaruh dalam meningkatkan resiko hipertensi walaupun mekanisme timbulnya belum diketahui pasti.
G)PATOGENESIS
Banyak faktor-faktor yang berkontribusi untuk pengembangan hipertensi primer termasuk mekanisme saraf abnormal, kerusakan dalam autoregulasi peripheral, kerusakan sodium, calcium, dan hormon natriuretic ; dan malfungsi dari beberapa mekanisme humoral atau vasodepressor.
- Komponen saraf
Baik sistem saraf sentral (CNS) maupun autonom terlibat dalam pengaturan tekanan darah arteri. Stimulasi beberapa area tertentu dengan CNS (nucleus tractus solitarius, vagal nuclei, pusat vasomotor, dan area postrema) dapat menyababkan peningkatan atau penurunan tekanan darah. Sebagai contoh : α-adrenergic menstimulasi dengan CNS meningkatkan tekanan darah melewati efek penghambatan dalam pusat vasomotor. Peningkatan angiotensin II, meningkatkan aliran keluar simpatik dari pusat vasomotor, yang terbukti meningkatkan tekanan darah. Berlokasi pada permukaan presinaptik dari terminal simpatik terdapat beberapa variasi reseptor yang memacu atau menghambat pengeluaran norepinephine. Reseptor presinaptik α dan β mengatur feedback (umpan balik) positif maupun negatif untuk norephineprine yang berisi vesikel yang berlokasi dekat ujung saraf. Stimulasi dari reseptor presinaptik α (α2) mendesak suatu penghambatan negatif dari pengeluaran norephineprine. Sedangkan stimulasi reseptor presinaptik β memfasilitasi pengeluaran norephineprine lebih jauh.Stimulasi reseptor postsinaptik α (α1) dalam arteriola dan venules menghasilkan vasokonstriksi. Ada 2 tipe reseptor postsinaptik β (β1 dan β2). Stimulasi β1 di dalam hati manghasilkan meningkatkn laju dan kontraksilitas hati. Sedangkan, stimulasi β2 dalam arteri dan venules menyebabkan peristiwa vasodilatasi.
Kerusakan patologik pada beberapa componen saraf (terutama 4 komponen saraf utama : CNS, serat-serat saraf autonom, receptor adrenergic, dan baroreceptor) yang memperantarai tekanan darah arteri dapat dapat menyusun sustain elevasi dalam tekanan darah. Karena keempatnya sangat berhubungan secara fisiologis, kerusakan dari salah satu componen bisa merusak fungís normal yang lain, dan dikombinasikan dengan abnormalitas bisa menyebabkan hipertensi.
- Componen autoregulatory peripheral
Abnormalitas pada ginjal dan proses autoregulatory jaringan bisa menyebabkan hipertensi. Kenyataannya, sangat beralasan untuk mendukung bahwa individu yang develop statu defect ginjal untuk ekskresi sodium dan kemudian mereka mengatur ulang proses autoregulatory jaringan menjadi tekanan darah arteri yang lebih tinggi.
Secara normal, mekanisme volume-adaptive dari paru-paru bekerja dengan baik untuk menjaga status tekanan darah normal. Saat tekanan darah turun, paru-paru beradaptasi dengan retaining lebih banyak sodium dan air. Ini menyebabkan ekspansi volume plasma, yang meningkatkan tekanan darah. Sebaliknya, saat tekanan darah meningkat di atas normal, eksresi air dan sodium ditingkatkan, volume plasma dan kardiak output dikurangi, dan tekanan darah kembali ke normal.
Proses autoregulatory local berjalan untuk mempertahankan oksigenasi jaringan cukup. Saat permintaan oksigen rendah, dasar arteriolar dalam keadaan konstraksi. Resistensi perifer dipertahankan pada tingkat yang cukup untuk mengatur aliran darah cukup (aliran = tekanan/resistensi). Suatu peningkatan
dalam metabolisme permintaan memicu vasodilatasi arteriolar melalui autoregulasi. Kemudian resistensi vascular peripheral yang lebih rendah meningkatkan aliran darah dan penerimaan oksigen.
Suatu kerusakan inisial dalam mekanisme adaptif ginjal bisa menyebabkan ekspansi volume plasma dan meningkatkan aliran darah ke jaringan peripheral bahkan saat tekanan darah normal. Untuk mengimbangi peningkatan aliran darah, proses autoregulatory jaringan local akan menginduksi konstriksi arteriolar untuk meningkatkan resistensi perifer vaskular. Dalam waktu tersebut, suatu dinding arteri yang lebih tebal bisa terjadi, menghasilkan sebuah kenaikan penahan di resistensi peripheral vascular. Suatu peningkatan total resistensi peripheral vaskular adalah masalah yang dasar pada pasien dengan hipertensi primer.
- Mekanisme humoral
Paling tidak ada 3 kemungkinan abnormalitas humoral yang menyebabkan hipertensi primer pada beberapa individu. Salah satunya melibatkan sistem renin-agiotensin-aldosteron (RAS). Yang lanilla membawa kehadiran hormon natriuretik yang memodulasi transport sodium. Yang ketiga adalah berhubungan dengan rantai kemungkinan antara hiperinsulinemia dan hipertensi.
RAS sangat penting untuk regulasi sodium, potasium, dan keseimbangan cairan, dan itu secara signifikan berpengaruh pada kesehatan vaskular dan aktivitas sistem saraf simpatik. Tentu saja, semua factor tersebut berkontribusi terhadap tekanan darah homeostasis.
Di dalam paru-paru, renin disintesis dan didistribusi ke sel-sel juxtaglomerular, yang berlokasi terutama di media dari afferen arteriola ginjal. Factor-faktor umum yang diketahui mengontrol pengeluaran renin. Dapat dikelompokkan menjadi : kelompok intrarenal (seperti tekanan perfusi, katekolamine, angiotensin II), dan factor ektrarenal (seperti sodium, klorida, dan potasium).
Fungís dari sel-sel juxtaglomerular adalah sebagai baroreseptordalam arteriola afferen. Peningkatan tekanan perfusi mengakibatkan peningkatan sekresi renin. Juxtaglomerular apparatus juga terdiri dari kelompok sel-sel tubulus distal untuk mengumpulkan sebagai macula densa. Aliran darah dari sodium dan chloride melewati sel-sel mempengaruhi pengeluaran renin. Peningkatan sejumlah sodium dan khloride terjadi pada tubulus distal yang menstimulasi pengeluaran renin.
Angiotensin II mengatur penghambatan dari pengeluaran renin melalui mekanisme timbal balik negatif (feedback negative). Katekolamine meningkatkan peningkatan renin dengan menstimulasi sel-sel juxtaglomerular melalui statu aksi yang melibatkan formasi siklik AMP. Baik potasium maupun kalsium bisa berperan sebagai suatu peran langsung dalam pengeluaran renin. Penurunan serum potasium atau intracelular kalsium menstimulasi pengeluaran renin oleh sel-sel juxtaglomerular.
Di dalam darah, renin mengkatalis perubahan angiotensinogen menjadi angiotensin I, yang kemudian menjadi angitensin II oleh angiotensin-converting enzim ( ACE ).Kegunaan Angiotensin II adalah efek biologi pada banyak macam jaringan mengikutiikatan spesifik receptor yang diklasifikasikan sebagai ATI atau subtipo AT2. Reseptor ATI berlokasi di otak, ginjal, miokardial, vaskular, dan jaringan adrenal. AT2 reseptor berlokasi di jaringan adrenal medullary, uterus, dan otak. Reseptor ATI memediasi mayoritas respon kritikal terhadap fungís kardiovaskular dan ginjal. Peningkatan sirkulasi angiotensin II (AT2) bisa menyebabkan elevasi tekanan darah melewati pressor dan efek-efek volume. Efek pressor dari AT2 termasuk vasokonstriksi langsung, menstimulasi katekolamine dari adrenal medula, dan memediasi peningkatan aktivitas sistem saraf simpatik. AT2 juga menstimulasi pengeluaran aldosteron dari adrenal gland, yang menyebabkan retensi sodium dan cairan, dengan peningkatan resultan dalam volume plasmadan tekanan darah. Secara jelas, kerusakan pada RAS menyebabkan peningkatan dalam tiga atau lebih komponen yang bisa mengakibatkan hipertensi. Paru-paru bukan hanya organ yang terlibat dalam aktivasi RAS. Organ dan jaringan lain mempunyai kapasitas untuk memproduksi dan mensekresi secara biologi bentuk aktif dari peptide angiotensin.
Baik hati maupun otak terdiri dari sebuah RAS lokal. Di dalam hati, AT2 juga didegenerasi oleh enzime ke dua, angitensin I konvertase (human chymase), yang tidak diblock oleh ACE inhibisi. Aktivasi dari miokardial RAS menyebabkan meningkatnya kontraksilitas kardiak dan menstimulasi hipertropi kardiak. RAS otak mempunyai paling tidak 2 fungsi. AT2 memodulasi produksi dan pengeluaran hipotalamik dan hormon pituitari. AT2 juga enhances aliran keluar simpatetik dari medula oblongata.
Aktifitas biologi lokal AT peptide di jaringan peripheral bisa berperan sebagai suatu role penting dalam peningkatan resistensi vaskular yang sering diobeservasi individu yang hipertensif. Ada juga beberapa bukti bahwa AT memproduksi jaringan lokal yang berinteraksi dengan regulator humoral lain dan faktor pertumbuhan derivat endothelium untuk menstimulasi pertumbuhan dan metabolsime otot halus vaskular. Generasi/ pembentukan peptide AT secara in situ ini bisa mendasari pengembangan bentuk peningkatan resistensi vaskular dari hipertensi yang berhubungan dengan rendahnya aktivitas plasma renin. Komponen dari jaringan RAS bertanggungjawab terhadap adaptasi jangka panjang untuk hipertensi (sebagai contoh : hipertropi otot halus dari vessel darah, dan hipertropi glomerular).
Faktor humoral lain yang terlibat dalam pengembangan hipertensi primer adalah peningkatan konsentrasi hormon natriuretik. Proporsi peran dari hormon natriuretik adalah menghambat Na+/K+-ATPase dan interfere dengan transport sodium melalui membran sel. Itu sudah disugesti bahwa cacat bawaan dari kemampuan paru-paru untuk mengeliminasi sodium akan meningkatkan cairan ekstraselular dan volume plasma. Ini bisa menyebabkan suatu peningkatan kompensatori pada konsentrasi dari sirkulasi hormon natriuretik, yang akan meningkatkan ekskresi urindari air dan sodium. Hormon yang sama, juga mengeblock aktivitas transport pengeluaran sodium dari sel otot halus arteriolar. Peningkatan konsentrasi intraselular dari sodium akan mengultimasi terjadinya peningkatan tekanan vaskular dan hipertensi.
Resistensi insulin dan hiperinsulinemia terkait dengan pengembangan hipertensi. Kemungkinan-kemungkinan umum dimana hiperinsulinemia bisa mengakibatkan hipertensi include retensi sodium ginjal, enhanched aktivitas sistem saraf simpatetik, dan menginduksi hipertropi oto halus vaskular. Kemungkinan lain dimana insulin dapat meningkatkan tekanan darah adalah dengan meningkatkan konsentrasi kalsium intraselular, yang bisa mengakibatkan resistensi vaskular. Hiperinsulinemia sering dibarengi dengan kenaikan berat badan berlebih, tapi meskipun tidak ada dasar (nonebase) individu yang hipertensi ditunjukkan dengan adaya resistensi insulin, intoleran glukosa, dan hiperinsulinemic. Mekanisme dengan resistensi insulin dan hiperinsulinemia occur in hipertensi adalah tidak dikenal. Hiperinsulinemia juga berhubungan dengan hipertrigliseridemia, yang manghasilkan suatu penurunan konsentrasi kolesterol HDL.
- Mekanisme endotelial vaskular
Endothelium vaskular memainkan peran yang penting dalam mengatur tekanan pembuluh darah. Fungsi dari regulasi ini dimediasi/ diperantarai melewati suatu variasi dari substansi vasoaktif yang disintesis oleh sel endothelial termasuk prostasiklin, bradikinin, endothelium-derived relaxing factor (nitric oxide) , AT2, dan endothelin I.
Ini didukung bahwa defisiensi pada sintesis lokal dari vasodilatasi substansi seperti prostasiklin, bradikinin, dan nitirc oxide, atau suatu peningkatan produksi dari vasokonstriksi substansi seperti AT2 dan endothelin I yang berkontribusi terhadap patogenesis hipertensi, atherosklerosis, dan penyakit lainyya.
- Pengaruh yang berkenaan dengan makanan Sodium, Calcium, dan Potasium terhadap tekanan darah
Bukti bahwa kelebihan sodium berpengaruh terhadap pengembangan hipertensi diperoleh dari eksperimen klinik. Pada umumnya, pengambilan (intake) kadar garam yang tinggi diasosiasikan dengan prevalensi yang tinggi dari strok e dan hipertensi dan intake kadar garam garam yang rendah diasosiasikan dengan suatu prevalensi yang rendah dari hipertensi. Resktriksi dari intake garam dalam diet menurunkan tekanan darah pada kebanyakan kasus hipertensi (meskipun tidak semua kasus). Mekanisme excess sodium yang mengakibatkan hipertensi belum diketahui, tapi ada kaitannnya dengan hormon natriuretik yang didiskusikan sebelumnya. Peningkatan intake sodium bersama dengan cacar bawaan pada abilitas paru-paru untuk ekskresi sodium menyebabkan peningkatan substansial dalam sirkulasi hormon natriuretik. Seperti yang disebutkan sebelumnya, hormon natriuretik menginhibisi transport intraselular sodium dimana hal ini mengakibatkan peningkatan reaktivitas vaskular , dan konsekuensinya adalah meningkatnya tekanan darah.
H)PENCEGAHAN
Pencegahan
·Setelah umur 30 tahun, periksa tekanan darah setiap tahun.
·Jangan merokok/minum alcohol
·Kurangi berat badan bila berlebihan
·Lakukan latihan aerobic
·Pelajari cara-cara mengendalikan stres.
Penatalaksanaan
Di sini perlu diperhatikan beberapa faktor:
- Umur
Pada umumnya, makin muda penderita makin besar harapan keberhasilan operasi jangka panjang. Makin tua penderita makin besar risiko operasi dan komplikasi kardiovaskular karena aterosklerosis. Hasil operasi paling memuaskan bila riwayat hipertensi kurang dari 3 tahun sehingga nefrosklerosis pada sisi sakit sangat minim.
Terdapat perbedaan hipertensi renovaskular pada usia lanjut dan usia muda dalam beberapa hal: Pertama, stenosis pada arteri renalis semuanya hampir disebabkan oleh ateroma. Kedua, kejadian ateroma ini biasanya juga dijumpai pada tempat lain, misalnya di jantung atau di otak. Ketiga, tidak jelas apakah stenosis arteri renalis menyebabkan hipertensi atau kejadiannya merupakan koinsidental ataukah merupakan konsekuensi dari hipertensi. Pada beberapa pasien juga sering dijumpai azotemia. Albers dan Dustan mengatakan bahwa adanya azotemia pada usia lanjut yang tidak diketahui penyebabnya, biasanya menyertai suatu hipertensi renovaskular. Revaskularisasi dengan pembedahan dan angiplasti yang dilakukan, memberikan hasil yang baik dan mampu mengontrol tekanan darah, khususnya untuk usia muda tetapi tidak untuk usia lanjut.
- Sifat dan lokasi lesi
Pada beberapa penderita, lesi penyumbatan karena aterosklerosis dapat cepat bertambah atau menetap untuk beberapa tahun. Hanya sebagian kecil kasus, penyumbatan mengurang sesudah pengobatan terhadap lipidemia dan diet rendah lemak (hewani). Lesi penyumbatan cabang a. renalis yang terletak di pelvis umumnya tidak dioperasi. Bila infark korteks ginjal terlokalisasi dan sekresi renin bertambah, dilakukan nefrektomi di bagian tersebut. Pada infark multipel, penggobatan bersifat medikamentosa dan bila hanya satu sisi dilakukan nefrektomi.
- Derajat aterosklerosis
Hipertensi renovaskular pada orang tua dengan insufisiensi sedang atau berat pembuluh darah otak atau koroner, pengobatannya lebih baik konservatif. Bila kondisi pasien memburuk dan penyumbatannya lebih dari 90%, sebaiknya dilakukan nefrektomi. Operasi vaskular pada kasus tersebut membutuhkan waktu lebih lama dengan kemungkinan trombosis dalam graft, jahitan jelek, dan komplikasi pada pembuluh darah otak serta koroner.
- Lebar dan tebal korteks ginjal
Pengukuran dengan arteriografi ginjal secara serial. Pada orang dewasa, tebal korteks normal lebih besar dari 5,5–6 mm. Bila ukuran korteks ginjal kontralateral lebih kecil dari 5,5 mm, diduga merupakan akibat nefrosklerosis pada arteri arkuata dan a. interlobaris yang berarti bahwa hipertensinya cukup berat serta berlangsung sudah lama. Bila hal tersebut terjadi pada ginjal sisi sakit, berarti ada hipertensi esensial sebelumnya. Pada semua kasus tersebut, tindakan operasi tidak memperbaiki hipertensi.
- Fungsi ginjal
Pada kasus dengan klirens kreatinin
Apabila pengendalian tekanan darah merupakan fokus perhatian pada hipertensi renovaskular, maka pengobatan secara medikamentosa merupakan pilihan pertama dibandingkan dengan tindakan pembedahan atau angioplasti. Pada sejumlah pasien dengan azotemia, dikatakan bahwa tindakan revaskularisasi tidak hanya dapat memperlambat azotemia dari gagal ginjal, tetapi juga dapat mempercepat terjadinya gagal ginjal.
A. Non-farmakologis
Keberhasilan penanganan Hipertensi tidak hanya tergantung pada obat yang diberikan oleh dokter, tetapi diperlukan kerjasama dan upaya yang gigih dari penderita untuk mengatur pola hidup sehat, antara lain yaitu :
·Menurunkan berat badan
·Mengatur diet atau pola makan seperti rendah garam, rendah kolesterol dan lemak jenuh, meningkatkan konsumsi buah dan sayuran, tidak mengkonsumsi alcohol. Perubahan pola makan menjurus ke sajian siap santap yang mengandung lemak, protein, dan garam tinggi tapi rendah serat pangan (dietary fiber), membawa konsekuensi terhadap berkembangnya penyakit degeneratif (jantung, diabetes mellitus, aneka kanker, osteoporosis, dan hipertensi.
·Berhenti merokok
·Meningkatkan aktivitas fisik dengan olah raga teratur
·Mengkonsumsi obat sesuai dengan petunjuk dokter
·Melakukan pemeriksaan laboratorium dengan Panel Evaluasi Awal Hipertensi atau Panel Hidup Sehat dengan Hipertensi
B. Terapi Farmakologis
vDiuretic. Obat golongan ini bekerja dengan mengeluarkan cairan tubuh melalui urin. Dengan begitu kerja jantung menjadi lebih ringan. Contoh diuretic adalah hidroklortiazid (HCT) dan furosemide.
vPenghambat enzim pengubah angiotensin (ACE). Obat golongan ini akan melebarkan pembuluh darah sehingga kerja jantung lebih mudah dan effisien. Contohnya adalah captopril, dan lisinopril.
vAntagonis reseptor angiotensin II. Bekerja dengan cara yang sama dengan penghambat ACE. Contohnya, losartan dan irbesartan.
vBeta bloker. Bekerja dengan cara mengurangi detak jantung sehingga tekanan darah menjadi turun. Contohnya propanolol.
vAntagonis kalsium. Bekerja dengan cara mengurangi daya pompa jantung dengan menghambat kontraksi jantung. Contohnya nifedipin
Penatalaksanaan hipertensi yang berhasil merupakan gabungan dari kedua cara itu. Bahkan terapi dengan menggunakan obat dilakukan dengan mengkombinasikan beberapa golongan obat yang telah disebutkan diatas. Dalam pelaksanaan pengendalian terhadap hipertensi, terapi yang dijalankan, baik itu perubahan gaya hidup maupun dengan obat, dilakukan terus menerus seumur hidup. Oleh karenanya, biaya yang dikeluarkan, terutama untuk pembelian obat, menjadi sangat besar. Pemilihan untuk menggunakan obat generik yang bermutu, merupakan pilihan yang rasional dalam meminimalkan pengeluaran.
Penatalaksanaan kedaruratan hipertensi
Meskipun ada banyak pasien hipertensi kronik, kedaruratan hipertensi relative jarang terjadi. Tetapi kenaikan tekanan darah yang nyata atau tiba-tiba dapat secara serius mengancam nyawa dan diindikasikan penurunan tekanan darah yang segera. Yang paling sering, kedaruratan hipertensi terjadi pada pasien hipertensi berat dan sukar dikontrol atau pada mereka yang tiba-tiba menghentikan obat antihipertensinya.
Gambaran klinik dan patofisiologi
Kedaruratan hipertensi termasuk hipertensi yang berhubungan dengan kerusakan vascular *(disebut hipertensi maligna) dan hipertensi yang berhubungan dengan komplikasi hemodinamik seperti payah jantung, “stroke” atau neurisma disekans. Proses patologik yang mendasari hipertensi maligna adalah arteriopati progresif dengan peradangan dan nekrosis arteriola. Lesi vascular diginjal yang melepaskan rennin, kemudian akan merangsang produksi angiotensin dan aldosteron, yang akan lebih meningkatkan tekanan darah.
Ensefalopati hipertensif suatu gambaran klasik hipertensi maligna. Gambaran klinisnya terdiri dari nyeri kepala berat, kekacauan mental dan pengertian. Penglihatan kabur, mual dan muntah serta deficit neurologic fokal lazim terjadi. Jika tidak diobati maka sindroma ini bias berlanjut sampai konvulsi, stupor, koma dan bahkan kematian dalam waktu 12- 48 jam.
Pengobatan kedaruratan hipertensi
Penatalaksanaan umum kedaruratan hipertensi memerlukan pemantauan pasien dalam unit perawatan intensif dengan pencatatan tekanan darah arteri yang kontinu. Penting pengobatan yang cepat. Masukan dan pengeluaran cairan harus di mantau secara berhati-hati dan pengukuran berat badan setiap hari merupakan petunjuk volume cairan tubuh total selama pengobatan berlangsung. Biasanya pertama yang diberikam adalah diuretic. Karena mungkin bahwa fungsi gnjal pasien terancam maka harus dipilih obat yang dapat bekerja pada keadaan insufisiensi ginjal seperti furosemid. Dieresis yang nyata harus terjadi dalam 30 menit dan meningkatkan efek antihipertensi obat lain.
Dialysis mungkin pengganti penting bagi diuretic ansa Hele, terutama pada pasien oliguri dengan gagal ginjal. Dialysis dapat mengeluarkan kelebihan cairan, memperbaiki gangguan elektrolit dan mengontrol gejala uremi. Gejala uremi dapat membingungkan dalam mengevaluasi pasien ensefalopati hipertensif.
Obat antihipertensi parenteral berguna untuk cepat menuunkan tekanan darah ; dan secepat didapat pengontrolan tekanan darah yang layak maka pengobatan diganti dengan obat antihipertensi peroral,karena ini memungkinkan penatalaksanaan hipertensi jangka panjang yang lebih baik. Obat yang tersering dipakai untuk pengobtan kedaruratan hipertensi adalah vasodilator natrium nitriprusid dan diazoksid. Obat parenteral lain mungkinefektif meliputi labetalol,trimetafan,hidralazin,reserpin dan metildopa. Belakangan ini terapi nonparenteral dengan nifedipin sublingual atau dikumyah atau katopril,prazosin atau klonidin oral telah terbukti bermanfaat dalam terapi hipertensi berat.
BAB III
TERAPI PENGOBATAN
- TUJUAN TERAPI
Tujuan terapi hipertensi adalah menurunkan tekanan darah hingga taraf yang direkomendasikan. Tekanan darah yang disarankan oleh JNC7, yaitu :
1.Di bawah 140/90 mmHg
2.Untuk pasien dengan diabetes, di bawah 130/80 mmHg
3.Untuk pasien dengan penyakit gagal ginjal kronis, di bawah 130/80 mmHg (GFR 1,3 mg/dL untuk wanita dan > 1,5 mg/mL untuk pria, atau albuminuria > 300 mg/hari atau ≥ 200 mg/g kreatinin).
- SASARAN TERAPI
Secara umum, yang menjadi sasaran terapi pada penyakit hipertensi adalah tekanan darah. Berdasarkan mekanisme penurunan tekanan darah, sasaran terapi hipertensi secara khusus terbagi menjadi:
1. Sasaran pada tubula ginjal.Anti hipertensi yang bekerja di tubula ginjal bekerja dengan cara mendeplesi (mengosongkan) natrium tubuh dan menurunkan volume darah.
2. Sasaran pada saraf simpatis.Pengaruh anti hipertensi pada saraf simpatis yaitu menurunkan tahanan vaskuler perifer, menghambat fungsi jantung, dan meningkatkan pengumpulan vena di dalam pembuluh darah kapasitans.
3. Sasaran pada otot polos vaskuler.Anti hipertensi menurunkan tekanan darah dengan cara merelaksasi otot polos vaskular sehingga mendilatasi pembuluh darah resistans.
4. Sasaran pada angiotensinAnti hipertensi menyakat produksi angiotensin atau menghambat ikatan angiotensin dengan reseptornya, sehingga menyebabkan penurunan tahanan vaskular perifer dan volume darah.
Sasaran terapi hipertensi dengan menggunakan amlodipin adalah pada otot polos vaskular. Hal ini berdasarkan mekanisme kerja dari amlodipin, yaitu sebagai inhibitor influks kalsium (slow chanel blocker atau antagonis ion kalsium), dan menghambat masuknya ion-ion kalsium transmembran ke dalam jantung dan otot polos vaskular. Ion kalsium berperan dalam kontraksi otot polos. Jadi dengan terhambatnya pemasukan ion kalsium mengakibatkan otot polos vaskuler mengalami relaksasi. Dengan demikian menurunkan tahanan perifer dan menurunkan tekanan darah.
- STRATEGI PENGOBATAN
vNon-Farmakologis
-
- Diet Penyakit Darah Tinggi (Hipertensi), yakni diet kandungan garam (Sodium/Natrium), alcohol, makanan hewani berkaki empat, durian.
- Tingkatkan aktivitas
Meningkatkan aktivitas dapat menurunkan resiko tekanan darah tinggi.
vFarmakologis
Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan kemungkinan seumur hidup
·Betablocker
Beta-blockers {Atenolol (Tenorim), Capoten (Captopril)}. Merupakan obat yang dipakai dalam upaya pengontrolan tekanan darah melalui proses memperlambat kerja jantung dan memperlebar (vasodilatasi) pembuluh darah. Jenis betabloker tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan pernapasan seperti asma bronkial. Contohnya Metoprolol, Propranolol dan Atenolol.
·Angiotensin II Reseptor Antagonist/AIIRA
(Cth: Losartan)Bekerja dengan bertindak sebagai antagonis reseptor angiotensin II yang terdapat di otot jantung, dinding pembuluh darah, sistem syaraf pusat, ginjal, anak ginjal, dan hepar sehingga efek sekresi aldosteron yang disebabkan oleh angiotensin II tidak terjadi. Akibatnya akan terjadi penurunan tekanan darah.Digunakan sebagai obat kombinasi dengan ACEI sebagai penurun TD yang efektif, karena kerja kedua kelas obat ini saling sinergi.
Proses terjadinya Hipertensi.
Angiotensin II adalah senyawa yang sangat potensial menyebabkan otot sepanjang saluran darah untuk berkontraksi dan menyebabkan penyempitan saluran darah. Saluran darah yang menyempit dapat meningkatkan tekanan dalam saluran tersebut dan dapat menyebabkan tekanan darah tinggi.
Angiotensin II dibuat dari angiotensin I di dalam darah oleh enzim pengubah angiotensin (ACE = angiotensin converting enzyme). Penghambat ACE mengobati dengan cara memperlambat/menghambat aktivitas dari enzim tersebut, sehingga akan menurunkan produksi dari angiotensin II.
Sebagai hasilnya, saluran darah menjadi lebar atau luas, dan teaknan darah berkurang. Tekanan darah yang lebih rendah membuat kerja jantung lebih mudah untuk memompa darah dan akan meningkatkan fungsi dari jantung yang lema. Selain itu juga membantu memperlambat proses kerusakan ginjal yang berkaitan dengan tekanan darah tinggi atau diabetes.
Sejak antagonis angiotensin II ditemukan beberapa tahun yang lalu, beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui kegunaannya pada pasien hipertensi dan potensinya pada penderita gagal jantung. Obat antagonis angiotensin II yang telah resmi beredar di Indonesia adalah losartan, valsartan, irbesartan, candesartan dan telmisartan. Obat antagonis angiotensin Ii lainnya sedang dalam penelitian yaitu eprosartan, tasosartan dan zolasartan. Mekanisme dari antagonis angiotensin II :
Gambar 1. bagian dari sistem renin-angiotensin-aldosterone dan tempat obat antagonis angiotensin bekerja dan menginterupsi reseptor type 1 subtipe AT1 dari angiotensin II.
Antihipertensi dari obat antagonis angiotensin II tampak jelas setelah dua hingga empat minggu pemberian obat. Efek penurunan tekanan darah tertinggi dicapai dengan mengkombinasikan dengan diuretik dengan dosisi rendah seperti hidroklortiazid dan dengan meningkatkan dosis obat antagonis angiotensin II.
Anonim, 1977, Material Medika Indonesia,Jilid I, 47, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Anonim, 1979, Material Medika Indonesia, Jilid III, 49-52, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Anonim, 1986, Sediaan Galenik, 10-11, 16-17, 25-28, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim, 1991, Pedoman Pengujian dan Pengembangan Fitofarmaka, Penapisan Farmakologi, Pengujian Fitokimia dan Pengujian Klinik, 3-6, Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alam Phyto Medica, Jakarta
Balch, Phyllis and Balch, James, 2000, Prescription for Nutritional Healing, 3rd ed., 94, Avery Publishing
Coll, J. C. dan Bowden, B. F. , 1986, The Aplication of Vacuum Liquid Chromatography to The Separation of Terpene Mixture, Volume 49, Nomer 5, 934-936, Journal of Natural Product
Dan Bensky, Steven, 2004, Chinese Herbal Medicine: Materia Medica, Third Edition
Dan Bensky, Steven Clavey, Erich Stoger, and Andrew Gamble, 2004, Chinese Herbal Medicine: Materia Medica, Third Edition
Gritter, dkk, 1991, Pengantar Kromatografi, 129-131, ITB Press, Bandung
Hostettmann, K. , Hostettmann, M. dan Marston, A. , 1995, Preparative Chromatography Techniques, diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, 33-34, ITB-Press, Bandung
Hartini, Y.S., 2001, Isolasi dan Identifikasi Senyawa Antimikroba dari Tumbuhan Lantana Camara L, Tesis,7-8, Fakultas Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta
Khopkar, 1990,Konsep Dasar Kimia Analitik, 102-104, UI Press, Jakarta
Sastrohamidjaja,H., 1985, Kromatografi, 310 - 319, Liberty, Yogyakarta
Stahl, E, 1969, Thin Layer Chromatografhy a Laboratory Handbook, 2th Ed, 97 - 101, Sphrger, Verlag, Berlin
Stahl, E., 1985, Analisis Obat secara Kromatografi dan Mikroskopi, 3-18, diterjemahkan oleh Padmawinata, K. dan Soediro, I., Penerbit Institut Teknologi Bandung, Bandung
Soedibyo, M., 1998, Alam Sumber Kesehatan, 230 - 231, Balai Pustaka, Jakarta
Sudarsono, 1996, Tumbuhan Obat, 56, TPOT, UGM, Yogyakarta
Sulasmono, 1995, Kimia Farmasi analisis Instrumen II, 34,37,39, USD, Yogyakarta
Tilotson, Alan. Special Diets for Illness
Turner, R. A., 1965, Screening Methods In Pharmacology, 100-117, Academic Press, New York
Turner, Jack, 2004, Spice: The History of a Temptation, Vintage Books, p. xv. ISBN 0-375-70705-0.